Jumat, 15 Juni 2012

Mungil Ku

Namaku kumprun, sosok asli jawa, hidup di Jakarta. 11 tahun aku ada dijakarta, umurku saat itu 28 tahun. Setiap hari aku ada ditempat parkir Museum Fatahillah, tau kan? Ya di kota tua, itu loh tempat wisata di Jakarta Barat, yang suka didatangi turis-turis mancanegara maupun lokal. Deretan bangunan peninggalan Belanda yg dibiarkan seperti aslinya, sangat kuno, serasa berada pada masa lalu. Tempat tersebut dijadikan objek foto oleh penggemar fotografi, selain itu juga menjadi bagian wisata bagi anak sekolah, maupun mahasiswa disaat liburan. Kembali ke kisahku, aku bekerja membantu pak Togar memarkirkan bus-bus pariwisata dan kendaraan lainnya yang akan berkunjung di tempat itu. Orang memanggilku kapten kumprun atau bisa disingkat KK atau kaka, gelar ini gak muncul begitu saja, aku mendapatkannya karena disalah satu usahaku mencari makan aku pernah berantem dengan oknum polisi yang mabuk memintai duit kami penunggu kota tua, tapi dia kini udah jadi temenku karena dari kecil orang tuaku nggak pernah mengajari aku cari musuh, ohya walaupun aku kabur dari rumah 11 tahun lalu di jawa, aku gak pernah melupakan ajaran-ajaran bapakku seorang tentara dengan pangkat balok dua yang tegas itu. Aku kabur dari rumah karena aku harus melindungi adikku yang telah membunuh seorang anak kepala desa saat ada perkelahian di sebuah konser dangdut. Adikku seorang pelajar teladan di desa kami, gak mungkin aku ingin hidupnya hancur, hanya karena melindungi dirinya dari seorang bajingan yang kebetulan anak kepala desa. Sesaat setelah peristiwa itu, aku memerintahkan adikku kalo ada polisi agar mengatakan aku pelakunya, dan aku kabur, rahasia itu hanya adikku dan aku yang tahu, orang tuaku pun marah besar karena mengira bahwa aku yang melakukannya, adikku kini jadi tentara seperti bapakku, hanya saja dia seorang perwira karena ia berhasil lolos menjadi lulusan AKABRI-AD. Mungkin untuk sebagian orang ini suatu ketidak adilan, tapi bagiku sangat bahagia bahwa adikku bisa mengentaskan keluargaku dari kemiskinan, Allah tau kok maksudku  Hari itu di kota tua sedang ramai karena lagi musim liburan, seperti biasa aku lagi sibuk bantuin Pak Togar parkirin bus pariwisata yang jumlahnya sangat banyak antri untuk parkir. Di salah satu bus turunlah sesosok mungil yang menarik hatiku, dengan jilbab ungunya ia bergerak lincah bercanda dengan teman-temannya, hehehe sosok yang ceria, lucu dan pastinya baik karena terlihat ia disukai teman-temannya. Kaaa…! Kaget aku oleh panggilan Pak Togar sosok tua tapi terlihat kekar untuk orang seusianya , ngelamun aja kau, kerja! Lanjutnya sambil teriak. Kembali aku tenggelam dalam kesibukanku melupakan sosok mungil tadi. Setelah semua bus terparkir rapi, aku ijin ama pak Togar mau ke kamar mandi, jangkrik! Perutku mules, pasti gara-gara nasi goreng sisa semalam yang aku buat sarapan. Kulangkahkan kakiku cepat-cepat menuju kamar mandi umum yang terletak disudut pojok deretan bangunan tua itu. Sesampai disana suasana sepi, karena tempat tersebut emang agak tersembunyi, langkahku terhenti… aku mendengar suara orang membentak-bentak diiringi tangisan seorang wanita. Ada apa nih? Pikiranku mulai bertanya-tanya. Kulangkahkan langkahku cepat menuju gedung kosong bekas gudang disebelah kamar mandi umum itu, duh perut lagi mules ada beginian lagi…diamput! Kuintip dari jendela kayu yang sebagian berlubang itu, aku melihat sesosok anak seumuranku sedang memegang pisau membelakangi tempatku mengintip. Laki-laki itu berteriak-terik ke arah sosok kecil yang meringkuk di sudut, ada apa ini pikirku. Jangan-jangan preman-preman sini dah mulai kurang ajar mengganggu tamu. Kota tua ini selama ini aman karena kami penunggu kota tua yang setiap hari menggantungkan hidup dari tamu yang datang akan habisi orang-orang yang gak bertanggung jawab buat keonaran. Siapa nih orang kurang ajar banget disini. Segera kuberlari menuju pintu, kutendang pintu itu dan aku melompat ke dalam. Hai monyet siapa luh kurang ajar disini? Teriakku. Laki-laki itu menoleh, umurnya sepantaran aku dan kelihatan rapi, pasti salah satu tamu juga. Jangan ikut campur, gue matiin loe! Umpatnya. Setelah itu dia melompat kearahku sambil tusukkan pisaunya. Gak kalah gesit aku egoskan badanku, kutangkap tangannya dan kupelintir sampai pisaunya terlepas. Sambil tetap memuntir tangannya, aku hantam wajahnya dengan sikutku tepat dihidungnya, dia terjengkang, dan kabur ke pintu sambil berlumuran darah di wajahnya. Kuikuti sampai pintu, kulihat dia lari menjauh kearah jalan raya menuju parkir motor. Kubalikkan tubuhku, perhatianku kini terfokus kesosok yang meringkuk di pojok sambil menangis, terdengar suara lirih ia mengatakan, “jangan ganggu saya bang, ambil aja duit saya”. Kuhampiri dia aku berjongkok agar bisa melihat wajahnya dengan jelas. Wow ini cewek mungil tadi yang mencuri perhatianku. Aku mengatakan padanya udah gak papa dik, orangnya dah kabur, dan aku gak bermaksud apa-apa hanya menolongnya. Kutarik tangannya dia agar dia bisa berdiri. Mau kuantar ke pos polisi dik? Tanyaku. Dia menggeleng dalam mimik ketakutannya. nggak bang, tolong anterin aku ke rombongan aja. Sahutnya lirih. Adik gak apa-apa kan, orang tadi gak melukai adikkan? tanyaku sambil membimbing dia berjalan. Cewek ini kayaknya lebih muda dari aku 2 atau 3 tahuan, tingginya sepundakku, badannya mungil, sangat kontras ama tubuhku, yang kata orang-orang kaya kebo . Dia menggeleng lemah, shock aja bang, untung abang segera datang. Adik kenal orang itu? Sepertinya bukan orang sini. Dia mengangguk, sambil bercerita bahwa laki-laki itu adalah mantan pacarnya dan dia kuliah di Jakarta. Dia diberitahu orang tuanya kalo cahaya ( rupanya namanya itu mahluk mungil ini  )ada di Jakarta, dan dia menemuin cahaya. Awalnya sih baik dan ngobrol biasa, saat dia mau ke kamar mandi, bram (begitu namanya) menawarkan menemani karena dia bilang rawan disini. Di perjalanan menuju rombongannya dia bercerita bahwa dia ternyata aslinya satu desa dengan aku di Jawa, dan dia anak pak Lurah, adik lelaki yang meninggal ditangan adikku….deg..jantungku berasa berhenti. Dari kecil dia dititip di rumah kakeknya di kota besar yang masih satu provinsi ama desaku dan dia bersekolah disana, pantesan aku gak pernah tahu. Diam aku mendengar ceritanya, bingung ngomong apa sambil membayangkan peristiwa kepergianku dari desa. Bang! Tegurnya. Boleh minta nomor hapenya, Tanya dia padaku. Cahaya gak akan lupa ama abang deh, tanpa abang gak tau jadinya cahaya tadi, lanjutnya. Karena senyum manisnya itu gak kuasa aku berikan nomor hapeku. Gak kerasa perjalanan kami sudah sampai di rombongannya, yang sedang makan di sebuah kafe peninggalan Belanda di bagian depan Kota Tua dekat jalan raya. Dia kemudian bercerita pada pemimpin rombongan tentang peristiwa tadi. Diam-diam aku tinggalkan cahaya dan teman-temannya yang pada berkumpul mendengarkan cerita cahaya. Akupun kembali ke kamar mandi melanjutkan niatanku yang tertunda :D mulesss om wekekeke. Beberapa hari setelah peristiwa itu aku selalu ditelepon ama cahaya, dia menanyakan kenapa aku menghilang, hehehe aku hanya ketawa aja menjawabnya, selain itu dia sering bercerita apa aja tentang dia ngapain hari itu dan macam-macam lagi, biasanya aku menjawab pendek atau diam mendengarkan ceritanya . Jam 9 malam waktu dia menelepon, aku sudah menunggunya, seperti biasa berdebar-debar mendengar suaranya yg lucu menggemaskan. Dalam pembicaraan malam itu dia menanyakan namaku dan tempat tinggalku, akupun bercerita dan akupun mengatakan bahwa aku satu desa sama orang tuanya, berbunga-bunga aku bercerita padanya, hehehehe sepertinya aku cinta dia  Pada hari berikutnya telepon itu gak berbunyi lagi, cahaya nggak menelepon seperti biasa, aku telepon balikpun ngga bisa, kenapa ya… sedih juga sosok yang aku sukai menghilang, walaupun hanya sekedar menelepon aku sangat bahagia. Tiap hari aku tunggu, tapi telepon itu gak pernah datang. Aku pikir mungkin dia sudah melupakan aku, ya maklumlah aku hanya tukang parkir dan dia anak lurah yang kaya raya. Life must go on...sedih sih tapi apa boleh buat, mungkin bukan jodohku. Siang itu suasana kota tua sepi, karena musim libur telah usai sepertinya, seperti biasa aku duduk disebelah tukang teh botol menunggu kendaraan yang mau parkir. Sambil ngantuk-ngantuk aku hisap rokokku . panas banget hari ini. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti didepanku keluar beberapa orang polisi dari sebuah kijang berwarna putih, diantaranya berbaju preman. Mereka menodongkan senjatanya kepadaku sambil teriak, kumprun kamu ditangkap! Setelah beberapa minggu di persidangngan aku diputuskan bersalah atas dakwaan pembunuhan dengan hukuman penjara 6 Tahun. Rupanya cahaya bercerita kepada orang tuanya tentang aku, dan mereka mengenaliku, dan selanjutnya aku seperti ini, jadi pesakitan di hotel prodeo alias penjara. Hehehe disaat aku mencintai seseorang, malah jadi begini nasibku. Tapi hukuman itu aku terima secara ikhlas, karena resiko skenario melindungi adikku harus tetap berjalan, demi keluargaku. 3 tahun kujalani masa tahananku, saat itu cuaca mendung, aku duduk sendiri di workshop sambil memperbaiki mesin, yang jadi program rehabilitasiku. Tiba-tiba datang pak Agus sipir kepala mendekatiku, Ka ada pengunjung. Ujarnya. Ha? Siapa ya, selama ini yang mengunjungi hanya adikku yang setiap sabtu rajin kemari, tapi ini hari senin, ngapain dia kemari. Aku pun berdiri berjalan mengikuti Pak Agus. Di ruang jenguk aku ditunjukan di bangku pojok, disana terlihat sosok mungil dengan jilbab ungu menghiasi kepalanya. Deg….Cahaya….kenapa, ada apa, sejuta pertanyaan ada di kepalaku. Assalamuallaikum, sapanya. Akupun menjawab salamnya kemudian duduk. Aku mengulurkan tanganku menyalaminya, dan dia menyambut tanganku kemudian mencium tanganku sambil meneteskan air mata. Hah! Bagai disambar geledek terbengong aku melihat peristiwa itu, dan aku jadi terbisu. Kemudian dia bercerita panjang lebar bagaimana peristiwa penangkapan itu terjadi tanpa sepengetahuan dia, dan dia memaafkan kesalahanku karena yakin bahwa peristiwa pembunuhan itu terjadi karena ulah kakaknya yang memang terkenal bajingan di desa kami. Peristiwa itu awal mulainya hubungan kami kembali, cahaya menunggu masa hukumanku sampai selesai. Di hari pembebasanku, dia menjemputku dengan membawa tas besar. Dia mengajakku menikah dan meninggalkan kota itu untuk pergi ke luar jawa memulai hidup baru dengan meninggalkan keluarganya. Kini kami hidup bahagia di salah satu kota di Kalimantan dengan 2 orang anak kami yang lucu-lucu. Allah tidak akan meninggalkan aku, karena aku berada di jalan-NYA Amin YRA 15 Juni 2012

1 komentar: